JAKARTA, Cobisnis.com - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah di 2025 melambat yakni sebesar 8 persen hingga 11 persen atau lebih rendah dibandingkan dari target sebelumnya yang sebesar 11 persen hingga 13 persen.
Meski demikian, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI, Imam Hartono menyampaikan ekonomi dan pembiayaan syariah diperkirakan masih akan terus menunjukkan pertumbuhan positif.
Namun, ia menyampaikan terdapat sejumlah tantangan dalam mendorong pembiayaan perbankan syariah yaitu proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 yang diturunkan ke kisaran 4,6 persen hingga 5,4 persen dan dinamika perekonomian global.
Imam menekankan bahwa dinamika global tentu memberikan dampak terhadap perekonomian, baik syariah maupun konvensional, namun hal tersebut justru menjadi peluang untuk mengoptimalkan strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di dalam negeri.
"Tapi tentu nanti ini tetap akan kita pantau terus bagaimana perkembangannya. Jadi kalau dikatakan bahwa apakah ada dampak global, sudah pasti. Jadi artinya dampak global dan ekonomi ini sebenarnya sifatnya umum, baik itu berdampak kepada syariah maupun konvensional,” ujarnya dalam taklimat media BI, Rabu, 4 Juni.
Ia menjelaskan bahwa ekosistem syariah harus dibuat menarik dan memerlukan peran dari berbagai pihak dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Imam menjelaskan saat ini, literasi masyarakat terhadap keuangan syariah tergolong cukup baik, namun tingkat inklusi nya masih rendah, dan hal ini berbeda dengan sistem keuangan konvensional, di mana tingkat inklusi cenderung lebih tinggi dibanding literasinya.
Menurutnya dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya potensi besar yang dapat dioptimalkan, sehingga salah satu strategi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah adalah dengan meningkatkan literasi masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah.
Selain itu, ia menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa layanan keuangan syariah cenderung lebih mahal dibandingkan produk konvensional.
“Sekarang ini kita bersama kementerian/lembaga terkait melalui simulasi itu mencoba melakukan simulasi itu dari sisi pemahaman,” ungkapnya.
Selain edukasi, ia menyampaikan bahwa BI juga berupaya mengembangkan produk-produk keuangan syariah yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat salah satu inisiatif terbaru adalah mendorong hadirnya produk Shariah Restricted Investment Account (SRIA), hasil kolaborasi BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun, SRIA merupakan instrumen investasi syariah yang memberikan keleluasaan bagi investor untuk menentukan batasan pengelolaan dana mereka, agar sesuai dengan proyek atau sektor usaha tertentu.
Imam berharap dengan kehadiran SRIA dapat memperluas pilihan instrumen investasi syariah sekaligus meningkatkan minat masyarakat.
Di sisi lain, ia menyampaikan bahwa BI dan OJK juga terus mendukung pengembangan unit usaha syariah di perbankan, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak alternatif layanan keuangan berbasis syariah.
"Tapi itu juga ternyata belum cukup. Karena kita pelaku usaha syariah kita harus diperkuat, diperkuat supaya saya bisa survive, supaya saya bisa berdaya saring,” jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, ia menegaskan bahwa BI berupaya mempertemukan sektor korporasi dengan sumber pembiayaan syariah dan sinergi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah secara lebih berkelanjutan di masa mendatang.
Meski demikian, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI, Imam Hartono menyampaikan ekonomi dan pembiayaan syariah diperkirakan masih akan terus menunjukkan pertumbuhan positif.
Namun, ia menyampaikan terdapat sejumlah tantangan dalam mendorong pembiayaan perbankan syariah yaitu proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 yang diturunkan ke kisaran 4,6 persen hingga 5,4 persen dan dinamika perekonomian global.
Imam menekankan bahwa dinamika global tentu memberikan dampak terhadap perekonomian, baik syariah maupun konvensional, namun hal tersebut justru menjadi peluang untuk mengoptimalkan strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di dalam negeri.
"Tapi tentu nanti ini tetap akan kita pantau terus bagaimana perkembangannya. Jadi kalau dikatakan bahwa apakah ada dampak global, sudah pasti. Jadi artinya dampak global dan ekonomi ini sebenarnya sifatnya umum, baik itu berdampak kepada syariah maupun konvensional,” ujarnya dalam taklimat media BI, Rabu, 4 Juni.
Ia menjelaskan bahwa ekosistem syariah harus dibuat menarik dan memerlukan peran dari berbagai pihak dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah.
Imam menjelaskan saat ini, literasi masyarakat terhadap keuangan syariah tergolong cukup baik, namun tingkat inklusi nya masih rendah, dan hal ini berbeda dengan sistem keuangan konvensional, di mana tingkat inklusi cenderung lebih tinggi dibanding literasinya.
Menurutnya dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya potensi besar yang dapat dioptimalkan, sehingga salah satu strategi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah adalah dengan meningkatkan literasi masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah.
Selain itu, ia menyoroti bahwa masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa layanan keuangan syariah cenderung lebih mahal dibandingkan produk konvensional.
“Sekarang ini kita bersama kementerian/lembaga terkait melalui simulasi itu mencoba melakukan simulasi itu dari sisi pemahaman,” ungkapnya.
Selain edukasi, ia menyampaikan bahwa BI juga berupaya mengembangkan produk-produk keuangan syariah yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat salah satu inisiatif terbaru adalah mendorong hadirnya produk Shariah Restricted Investment Account (SRIA), hasil kolaborasi BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Adapun, SRIA merupakan instrumen investasi syariah yang memberikan keleluasaan bagi investor untuk menentukan batasan pengelolaan dana mereka, agar sesuai dengan proyek atau sektor usaha tertentu.
Imam berharap dengan kehadiran SRIA dapat memperluas pilihan instrumen investasi syariah sekaligus meningkatkan minat masyarakat.
Di sisi lain, ia menyampaikan bahwa BI dan OJK juga terus mendukung pengembangan unit usaha syariah di perbankan, sehingga masyarakat memiliki lebih banyak alternatif layanan keuangan berbasis syariah.
"Tapi itu juga ternyata belum cukup. Karena kita pelaku usaha syariah kita harus diperkuat, diperkuat supaya saya bisa survive, supaya saya bisa berdaya saring,” jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, ia menegaskan bahwa BI berupaya mempertemukan sektor korporasi dengan sumber pembiayaan syariah dan sinergi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah secara lebih berkelanjutan di masa mendatang.