Kolaborasi strategis ini akan diwujudkan dalam berbagai bentuk program. Keempat lembaga berkomitmen memproduksi konten edukatif dan inspiratif, mengembangkan jurnalisme berbasis solusi, serta menyelenggarakan event berskala nasional yang melibatkan publik, khususnya generasi muda. Inisiatif lain mencakup pembentukan jejaring verifikasi fakta, ruang dialog antar pelaku media, dan sistem respons komunikasi publik yang terkoordinasi saat krisis terjadi.
Akhmad Munir, Direktur Utama ANTARA, menekankan pentingnya menjaga akurasi informasi dalam kolaborasi ini. "Sebagai kantor berita nasional, kami ingin memastikan bahwa kolaborasi ini tetap menjaga akurasi informasi dan mengangkat narasi yang mencerdaskan," ujarnya.
Sementara Fahmi M. Anwari dari Garuda TV menyatakan komitmennya untuk menyebarkan informasi berkualitas melalui pendekatan yang membangun.
"Kami percaya informasi berkualitas harus dikemas dan disampaikan dengan pendekatan yang membangun dan merangkul," tutur Fahmi
Indozone akan berkontribusi melalui kekuatan digital dan kedekatan dengan audiens muda. "Sesuai tagline Indozone We Are The Vocal of The Local, kami percaya bahwa anak muda punya potensi luar biasa dalam menciptakan ide-ide kreatif dan inovatif. Tak hanya di Jakarta tapi di seluruh daerah. Kami ingin menjadi jembatan yang menghubungkan kreativitas mereka lewat platform yang tepat," jelas Riel Tasmaya, Direktur Indozone.
Di sisi lain, ON US Asia akan fokus pada eksekusi program dan event nyata. Junior R. Kainama, COO ON US Asia, menegaskan kolaborasi ini bukan sekadar seremoni tapi aksi nyata yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Sebagai pembuka rangkaian kerja sama, digelar talkshow bertajuk "Cognitive Warfare: Media, Narasi, dan Membangun Persepsi". Acara ini menghadirkan sejumlah pembicara kunci termasuk Hasan Nasbi dari Kantor Komunikasi Kepresidenan yang menyoroti disinformasi sebagai salah satu ancaman global utama.
Pakar komunikasi Prof. Widodo Muktiyo menekankan pentingnya kolaborasi antarsektor untuk menghasilkan informasi yang cepat namun bertanggung jawab.
Fadjar Djoko Santoso dari Pertamina membagikan pengalaman perusahaan dalam menghadapi hoaks, termasuk lebih dari 350 kasus disinformasi yang 50% di antaranya terkait lowongan kerja palsu.
Diskusi ini menggarisbawahi peran strategis media dalam menjaga stabilitas informasi di era digital.