Jamkrindo

Ekonom: Indonesia Harus Ubah Strategi Negosiasi Perdagangan Internasional

Oleh Farida Ratnawati pada 12 Jul 2025, 12:04 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menegaskan, setiap langkah dalam negosiasi perdagangan internasional harus bersifat strategis, penuh perhitungan, dan terintegrasi.

Menurutnya, Indonesia hingga kini masih menjalankan strategi negosiasi seperti permainan engklek melompat-lompat tanpa arah yang jelas, mudah ditebak, dan mudah dikalahkan.

"Sayangnya, Indonesia masih memainkannya seperti permainan Engklek Melompat: hanya melompat-lompat tanpa rencana besar, mudah ditebak, dan mudah dimatikan langkahnya," ujarnya dalam keterangannya, Jumat, 11 Juli.

Dia mencontohkan, bagaimana Tiongkok mampu menurunkan tarif melalui Phase One Deal bukan karena sekadar meminta, tetapi karena mereka memahami negosiasi dagang menuntut tawaran yang bernilai.

Achmad menyampaikan, Tiongkok menyiapkan paket kesepakatan yang komprehensif, memiliki daya tawar kuat, dan menawarkan pembelian produk-produk teknologi dari Amerika Serikat sebagai trade-off atas penurunan tarif sektor industrinya.

"Pendekatan barter strategis inilah yang tidak pernah dilakukan Indonesia," jelasnya.

Menurut Achmad, jika Indonesia terus menggunakan pola negosiasi yang lama, dipimpin oleh figur yang sama, maka hasilnya tidak akan berubah Indonesia hanya akan menjadi pemohon yang mengharap belas kasih, bukan pihak yang memenangkan kepentingan strategis.

Dia menambahkan, negosiasi adalah tentang keberanian menawarkan paket insentif yang tak bisa ditolak, menyiapkan data dan analisis yang tak terbantahkan, serta memastikan tim negosiasi dipimpin oleh figur independen yang fokus penuh pada kepentingan nasional.

"Negara besar bukan ditentukan oleh angka PDB semata, melainkan oleh keberanian, kecerdasan, dan kepemimpinan dalam mempertahankan kepentingan nasional di meja perundingan global," tuturnya.

Achmad menyampaikan kini saatnya Indonesia berhenti bermain engklek, dan mulai bermain catur dalam negosiasi perdagangan internasional.

Selain menawarkan paket insentif ekonomi, lanjutnya, Indonesia juga perlu mulai memanfaatkan narasi geopolitik dalam setiap proses negosiasi dagang.

Menurut dia, banyak negara di dunia saat ini termasuk Amerika Serikat, tengah berupaya mengurangi ketergantungan terhadap rantai pasok yang terpusat di Tiongkok.

"Indonesia dapat menegaskan menurunkan tarif atas produk kita akan membantu AS mendiversifikasi rantai pasok global, mengurangi risiko geopolitik yang mereka khawatirkan," ujarnya.

Dengan demikian, jelas Achmad, Indonesia memiliki peluang strategis untuk menegaskan penurunan tarif atas produk-produk Indonesia dapat membantu AS dalam mendiversifikasi rantai pasok global dan langkah ini sekaligus akan mengurangi risiko geopolitik yang selama ini menjadi kekhawatiran utama.