JAKARTA, Cobisnis.com - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menegaskan pentingnya sinergi antara regulator dan pelaku industri dalam menjaga stabilitas dan ketahanan pasar modal nasional.
Ia menyebut bahwa kolaborasi yang solid antara OJK, Self-Regulatory Organization (SRO), dan pelaku pasar menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang responsif terhadap dinamika ekonomi global untuk menjaga resiliensi dan stabilitas pasar modal Indonesia.
"Untuk menjaga hal tersebut dibutuhkan sinergi dan kolaborasi yang baik, sehingga akan menghasilkan kebijakan yang responsif dan strategis,” ungkap Inarno dalam keterangannya, Jumat, 11 Juli.
Untuk memperkuat pasar modal dari sisi kebijakan, ia menyampaikan bahwa OJK telah mengambil sejumlah langkah konkret, termasuk mendorong peningkatan porsi saham publik (free float) bagi calon emiten guna meningkatkan likuiditas dan memperluas partisipasi investor.
Selain itu, ia menambahkan OJK juga melakukan perubahan pada POJK No 30 Tahun 2015 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum (LRPD), untuk meningkatkan kualitas tata kelola emiten dan memberikan perlindungan bagi masyarakat pemodal.
Inarno menambahkan OJK juga menyempurnakan ketentuan terkait Penawaran Umum Saham Secara Elektronik (E-IPO), guna memperbaiki kualitas penawaran efek saham di pasar perdana dengan menambah golongan penawaran umum dan alokasi investor ritel.
Menurutnya dengan penerbitan Surat Edaran OJK No 10 Tahun 2025 juga menjadi langkah strategis untuk mempermudah pelaporan kepemilikan saham perusahaan terbuka melalui sistem elektronik.
"Dengan kebijakan-kebijakan ini, OJK berharap pasar modal Indonesia dapat semakin transparan, inklusif, dan berkembang," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama BEI Iman Rachman menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian global, termasuk perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, pasar modal Indonesia tetap menunjukkan daya tahan yang positif.
"Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menurun pada April 2025 menjadi 5.967, namun demikian saat ini sudah pulih dan mencapai 7.080. Secara keseluruhan, IHSG telah meningkat 18 persen sejak tahun 2020,” jelasnya.
Lebih lanjut, Iman juga menjelaskan tentang inisiatif strategis BEI yang berfokus pada pelindungan investor, pendalaman pasar, dan konektivitas regional melalui upaya berkelanjutan dan jangka panjang seperti diversifikasi produk, peningkatan likuiditas, modernisasi infrastruktur, dan peningkatan partisipasi investor institusi.
Untuk tahun 2025, ia menyampaikan bahwa BEI telah menetapkan beberapa target antara lain Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA) dengan MSCI Hong Kong Listed Large Cap, penyesuaian format distribusi data termasuk diseminasi kode domisili investor di akhir sesi satu perdagangan, liquidity provider saham, Exchange Traded Fund Emas, Single Stock Futures (SSF), hingga Put Structured Warrant.
"Untuk dapat merealisasikan rencana tersebut, BEI memerlukan dukungan dari seluruh pelaku pasar dan pemangku kepentingan," tuturnya.
Ia menyebut bahwa kolaborasi yang solid antara OJK, Self-Regulatory Organization (SRO), dan pelaku pasar menjadi kunci dalam merumuskan kebijakan yang responsif terhadap dinamika ekonomi global untuk menjaga resiliensi dan stabilitas pasar modal Indonesia.
"Untuk menjaga hal tersebut dibutuhkan sinergi dan kolaborasi yang baik, sehingga akan menghasilkan kebijakan yang responsif dan strategis,” ungkap Inarno dalam keterangannya, Jumat, 11 Juli.
Untuk memperkuat pasar modal dari sisi kebijakan, ia menyampaikan bahwa OJK telah mengambil sejumlah langkah konkret, termasuk mendorong peningkatan porsi saham publik (free float) bagi calon emiten guna meningkatkan likuiditas dan memperluas partisipasi investor.
Selain itu, ia menambahkan OJK juga melakukan perubahan pada POJK No 30 Tahun 2015 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum (LRPD), untuk meningkatkan kualitas tata kelola emiten dan memberikan perlindungan bagi masyarakat pemodal.
Inarno menambahkan OJK juga menyempurnakan ketentuan terkait Penawaran Umum Saham Secara Elektronik (E-IPO), guna memperbaiki kualitas penawaran efek saham di pasar perdana dengan menambah golongan penawaran umum dan alokasi investor ritel.
Menurutnya dengan penerbitan Surat Edaran OJK No 10 Tahun 2025 juga menjadi langkah strategis untuk mempermudah pelaporan kepemilikan saham perusahaan terbuka melalui sistem elektronik.
"Dengan kebijakan-kebijakan ini, OJK berharap pasar modal Indonesia dapat semakin transparan, inklusif, dan berkembang," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama BEI Iman Rachman menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian global, termasuk perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, pasar modal Indonesia tetap menunjukkan daya tahan yang positif.
"Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menurun pada April 2025 menjadi 5.967, namun demikian saat ini sudah pulih dan mencapai 7.080. Secara keseluruhan, IHSG telah meningkat 18 persen sejak tahun 2020,” jelasnya.
Lebih lanjut, Iman juga menjelaskan tentang inisiatif strategis BEI yang berfokus pada pelindungan investor, pendalaman pasar, dan konektivitas regional melalui upaya berkelanjutan dan jangka panjang seperti diversifikasi produk, peningkatan likuiditas, modernisasi infrastruktur, dan peningkatan partisipasi investor institusi.
Untuk tahun 2025, ia menyampaikan bahwa BEI telah menetapkan beberapa target antara lain Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA) dengan MSCI Hong Kong Listed Large Cap, penyesuaian format distribusi data termasuk diseminasi kode domisili investor di akhir sesi satu perdagangan, liquidity provider saham, Exchange Traded Fund Emas, Single Stock Futures (SSF), hingga Put Structured Warrant.
"Untuk dapat merealisasikan rencana tersebut, BEI memerlukan dukungan dari seluruh pelaku pasar dan pemangku kepentingan," tuturnya.