JAKARTA, Cobisnis.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, hingga Juni 2025, implementasi bahan bakar nabati (BBN) campuran 40 persen biodiesel (B40) sebesar 6,8 juta kiloliter (KL).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, realisasi tersbut baru mencapai 50,4 persen dari target pemanfaatan B40 yang ditargetkan sebesar 13,5 juta KL.
"Target kitkan 13,5 juta di tahun 2025. Realisasinya sudah 6,8, artinya sudah sampai dengan 50,4 persen dan Insyaallah akan terjadi," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 11 Agustus.
Ia menambahkan, implementasi B40 dibagi ke dalam dua skema yakni Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO.
Harga non-PSO, kata dia, dikenakan untuk industri dengan harga yang jauh lebih mahal. Sementara harga PSO jauh lebih murah karena disubsidi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ).
"Kami lagi cari regulasi agar perusahaan industri bisa pakai B40 dengan harga terjangkau," tandas Bahlil.
Kebijakan pemerintah terkait dengan pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel dari 35 persen ke 40 persen di dalam bahan bakar minyak jenis solar dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Januari tahun 2025 melalui Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 40 persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan terdapat beberapa keluhan dari pelaku industri pengguna B40 non-PSO.
Rerata, kata dia, pelaku usaha mengeluhkan harga non-PSO yang masih terbilang mahal.
"Ada yang beli sampai Rp24.000, tapi ada yang beli juga Rp12.000. Ini harganya akan dibagaimanakan, itu baru didiskusikan," tandas Eniya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, realisasi tersbut baru mencapai 50,4 persen dari target pemanfaatan B40 yang ditargetkan sebesar 13,5 juta KL.
"Target kitkan 13,5 juta di tahun 2025. Realisasinya sudah 6,8, artinya sudah sampai dengan 50,4 persen dan Insyaallah akan terjadi," ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 11 Agustus.
Ia menambahkan, implementasi B40 dibagi ke dalam dua skema yakni Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO.
Harga non-PSO, kata dia, dikenakan untuk industri dengan harga yang jauh lebih mahal. Sementara harga PSO jauh lebih murah karena disubsidi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit ( BPDPKS ).
"Kami lagi cari regulasi agar perusahaan industri bisa pakai B40 dengan harga terjangkau," tandas Bahlil.
Kebijakan pemerintah terkait dengan pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel dari 35 persen ke 40 persen di dalam bahan bakar minyak jenis solar dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Januari tahun 2025 melalui Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Dalam Rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sebesar 40 persen.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan terdapat beberapa keluhan dari pelaku industri pengguna B40 non-PSO.
Rerata, kata dia, pelaku usaha mengeluhkan harga non-PSO yang masih terbilang mahal.
"Ada yang beli sampai Rp24.000, tapi ada yang beli juga Rp12.000. Ini harganya akan dibagaimanakan, itu baru didiskusikan," tandas Eniya.