JAKARTA, Cobisnis.com – Pemanasan global kini melampaui ambang batas berbahaya lebih cepat dari perkiraan, dengan terumbu karang dunia mengalami kerusakan hampir tak dapat dipulihkan, menandai apa yang oleh para ilmuwan disebut sebagai titik balik pertama (tipping point) dalam keruntuhan ekosistem akibat perubahan iklim.
Peringatan ini disampaikan dalam laporan Global Tipping Points yang melibatkan 160 peneliti dari seluruh dunia, beberapa minggu menjelang Konferensi Iklim COP30 yang akan digelar di tepi hutan hujan Amazon, Brasil.
Dalam laporan tersebut, para ilmuwan juga mengungkapkan bahwa hutan Amazon kini berada di ambang kehancuran jika suhu rata-rata global meningkat melampaui 1,5 derajat Celsius, menurunkan perkiraan batas aman sebelumnya. Selain itu, mereka memperingatkan risiko gangguan pada sirkulasi arus laut besar Atlantik (AMOC), yang berperan penting menjaga iklim musim dingin di Eropa Utara tetap hangat.
“Perubahan sedang terjadi dengan sangat cepat, sayangnya, di berbagai bagian iklim dan biosfer,” kata Tim Lenton, ilmuwan lingkungan dari University of Exeter sekaligus penulis utama laporan tersebut.
Meski begitu, Lenton juga menyoroti tanda-tanda positif, seperti peningkatan energi terbarukan yang untuk pertama kalinya menyumbang lebih banyak listrik dibanding batu bara pada tahun ini, menurut data lembaga riset energi Ember. “Kita masih punya kendali. Tidak ada yang ingin hanya merasa tidak berdaya,” ujarnya.
Para ilmuwan mendesak negara-negara peserta COP30 pada November mendatang untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan. Mereka terkejut dengan kecepatan perubahan di alam, mengingat suhu global rata-rata kini telah meningkat 1,3–1,4°C dibandingkan era praindustri, menurut data badan ilmiah PBB dan Uni Eropa.
Dua tahun terakhir tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah Bumi, dengan gelombang panas laut yang menyebabkan 84% terumbu karang dunia memutih atau mati. Padahal, terumbu karang menjadi habitat bagi sekitar seperempat kehidupan laut di dunia.
Agar ekosistem laut dapat pulih, para ilmuwan menilai dunia harus menurunkan suhu global kembali ke sekitar 1°C di atas rata-rata praindustri melalui aksi iklim yang jauh lebih agresif.
“Laporan ini menunjukkan bahwa setiap tahun dampak perubahan iklim semakin luas dan berat,” kata Pep Canadell, ilmuwan senior di CSIRO Climate Science Centre, Australia. Saat ini, dunia masih berada di jalur pemanasan sekitar 3,1°C abad ini, jika hanya mengandalkan kebijakan nasional yang ada.